Lurah Pejambon, Juda, SAP, Rabu (4/12) menjelaskan, dugaan adanya penyelewengan biaya pembuatan sertifikat dalam program PTSL yang ditujukkan kepada dirinya, sangat tidak benar. Pasalnya, berdasarkan SKB 3 Menteri yang disikapi oleh Bupati, biaya PTSL sebesar Rp150.000, itu belum termasuk biaya pembuatan akte dan BPHTB dan pajak lainnya.
“Setelah dimusyawarahkan dengan masyarakat, akhirnya dari Rp150 ribu disepakati ada tambahan Rp100 ribu dan ada pernyataan di atas materai,” kata Juda.
Dikatakan Juda, jika masyarakat pemohon tidak mempunyai akta, maka pemohon diberi keringanan dengan memakai segel tahun1997 ke atas sebagai pengganti akta. Selain sertifikat punya warga, segel juga berlaku bagi Musala, Masjid dan kuburan. “Bahkan biayanya tidak dibebankan kalau untuk sosial. Khusus untuk lembaga, akte Rp500 ribu bukan satu juta,” terangnya.
Diakui Juda, pemohon yang dibebani dengan biaya Rp1 juta berlaku bagi warga yang keberadaannya jauh di luar kota. Hal itu karena masyarakat Pejambon banyak yang berada di luar kota hingga luar Jawa. Tetapi, kelebihannya itu digunakan untuk subsidi silang bagi warga yang tidak mampu.
“Karena selain BPHTB juga ada pajak progresif, sama seperti pajak kendaraan bermotor. Bagi warga yang punya dua bidang tanah, maka satu bidangnya kena pajak progresif. Dan ini yang belum dipahami oleh masyarakat. Sampai saat ini persyaratan sertifikat yang belum lengkap masih sekitar 5, seperti KTP dan KK. Adapun jumlah seluruh pemohon ada 700-an,” jelas Juda.
Sementara terkait target pembagian sertifikat program PTSL, pihaknya sudah menanyakan hal tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Cirebon. Tetapi hasilnya, sertifikat masih belum bisa dibagikan di tahun ini walaupun programnya dilakukan di tahun 2019 ini.
“Makanya ketika masyarakat meminta kepastian sertifikat dibagikan, kami tidak bisa memastikan karena itu ranah BPN. Tapi kami siap mengawal dengan panitia, diharapkan Januari 2020 bisa 100 persen jadi,” tukasnya. (Islah)