BANDUNG, SC- Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Kusmana berharap dengan penetapan SMPN 1 Cilengkrang sebagai Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap masalah-masalah kependudukan yang ada di sekitarnya.
“Kesadaran ini diharapkan mendorong peran aktif siswa yang nota bene sebagai remaja dalam upaya pendewasaan usia perkawinan. Kami berharap kesiagaan remaja terhadap masalah-masalah kependudukan ini mampu memutus rantai angka pernikahan muda yang masih tinggi di Jawa Barat,” ungkap Kusmana saat meresmikan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Cilengkrang, kabupaten Bandung sebagai SSK, kemarin.
Dengan penetapan ini, sekolah akan mengintegrasikan pendidikan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga ke dalam beberapa mata pelajaran atau muatan lokal khusus kependudukan. Dengan demikian, setiap lulusan diharapkan lebih siaga menghadapi dinamika kependudukan.
Lebih lanjut, Kusmana lantas menguraikan alasan pentingnya penundaan usia kawin bagi remaja. Lebih dari dari sekadar kesiapan ekonomi, pernikahan berkaitan erat dengan kematangan organ-organ reproduksi. Kematangan ini berkaitan erat dengan kesehatan calon ibu dan bayi ketika kelak melahirkan.
Menurut Kusmana, Allah swt itu menciptakan kita manusia dengan sempurna dan penuh perencanaan. Perencanaan dalam arti bahwa semua telah diatur kapan untuk difungsikan optimal. Sebagai contoh, lebar tulang panggul perempuan itu akan mencapai ukuran ideal selebar 10 centimeter pada usia 20-21 tahun. Dan, ukuran lebar kepala bayi baru lahir berada pada rentang 9,6-9,8 centimeter.
“Artinya, ketika seorang perempuan melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun, maka ada potensi kecacatan pada kepala bayi akibat penyempitan pada tulang panggul. Ini berbahaya,” katanya.
Jauh sebelum proses kelahiran, sambung Kusmana, pernikahan muda juga sangat berisiko terjadinya kanker mulut rahim atau kanker serviks. Hal ini terjadi akibat hubungan seksual terlalu dini. Menurutnya, mulut rahim perempuan usia kurang dari 18 tahun masih pada fase ektropion alias proses termuka menuju matang. Inilah yang kemudian memicu kanker mulut rahim pada 15-20 tahun kemudian.
“Karena itu, BKKBN menekankan usia minimal perempuan menikah idealnya pada 21 tahun yang dinilai sudah siap secara biologis. Perempuan menikah usia di atas 21 tahun Insyaallah nikahnya sudah aman, tidak akan terjadi kanker mulut rahim,” katanya.
Gerakan Sapujagat
Di tempat yang sama, Kepala DP2KBP3A Kabupaten Bandung Muhammad Hairun mengaku sangat bersyukur bisa mengembangkan SSK di wilayah binaannya. Hairun yakin penetapan sebuah sekolah menjadi SSK mampu mendongkrak usia kawin di Kabupaten Bandung yang saat ini masih berkutat pada angka 18 tahun.
“Kabupaten Bandung ini salah satu daerah dengan jumlah penduduk tertinggi di Jawa Barat. Dengan angka 3,7 juta jiwa, Kabupaten Bandung hanya kalah dari Kabupaten Bogor. Dengan demikian, penundaan usia perkawinan menjadi sangat penting untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yang saat ini berada pada angka 1,49 persen,” terang Hairun.
Hairun yang mengawali karirnya sebagai petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) ini mengaku khawatir melihat tingginya angka perkawinan anak di Kabupaten Bandung. Paling tidak terlihat dari jumlah permohonan dispensasi usia menikah di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bandung. Setiap tahunnya permohonan dispensasi mencapai 200-300 orang.
BACA JUGA: ASN BKKBN Harus Netral dalam Pilkada
“Ini hanya yang mengajukan dispensasi. Artinya mereka yang menikah di bawah usia 19 tahun. Jumlah totalnya tentu jauh lebih banyak. Angka ini patut menjadi perhatian mengingat 80 persen perkawinan biasanya langsung hamil pada tahun pertama,” tambah Hairun.
Sadar tingginya bahaya menikah pada usia muda, belum lama ini Kabupaten Bandung meluncurkan Gerakan Sapujagat atau Sabilulungan Pendewasaan Usia Kawin Terjaga Keluarga Sehat. Gerakan ini menjadi semacam gugus tugas untuk menekan angka kawin muda di Kabupaten Bandung. Melalui gerakan ini, ikhtiar pendewasaan usia perkawinan bukan semata tanggung jawab DP2KBP3A, melainkan semua pemangku kepentingan di Kabupaten Bandung. (Malik)