KABUPATEN CIREBON, SC- Pembangunan (revitalisasi) Pasar Jungjang, Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, dinilai karut marut. Hal tersebut dikemukakan, kuasa hukum pedagang pasar, Agus Prayoga, SH., usai melakukan sidak di lokasi pembangunan Pasar Jungjang bersama pengurus Himpunan Pedagang Pasar (HIMPAS), Rabu (17/11/2021).
Agus Prayoga mengatakan, pihaknya mendapat laporan dari para pedagang terkait pembangunan Pasar Junjang yang hingga kini masih belum ada titik temu soal harga kios, los dan lemprakan dengan pihak pengembang.
“Yang jelas ada keluhan dari para pedagang, kemudian kami melakukan sidak dan banyak temuan yang sangat mengundang keperihatinan,” kata Agus.
Agus menegaskan, belum adanya kesepakatan harga antara pedagang dengan pengembang menunjukkan adanya eksploitasi, yang menjadi penyebab utama karut marutnya revitalisasi Pasar Jungjang tersebut.
“Pedagang dieksploitasi untuk kepentingan yang tidak jelas. Judulnya revitalisasi kenyataannya malah menimbulkan permasalahan di bawah,” ujarnya.
Ia mencontohkan, belum adanya kesempatan soal harga toko, kios, los dan lemprakan antara pedagang lama dengan pihak pengembang dimanfaatkan untuk memasukan pedagang baru.
“Contohnya ada yang booking fee sekian juta dia belum dapat pasar darurat, ada yang hanya dengan Rp 50 ribu dan Rp100 ribu dia dapat pasar darurat. Jadi sepertinya ini tidak terencana dengan baik, perlu dihentikan. Duduk bersama dulu, setelah klir harga baru lah dilaksanakan, karena kalau tidak akan timbul permasalahan hukum yang mengikutinya,” tegasnya.
Agus mengaku sudah melayangkan surat ke Bupati Cirebon meminta agar nasib para pedagang diprioritaskan.
“Kami juga mempersiapkan PTUN bila perlu. Sebenarnya keinginan pedagang itu simple, mereka hanya ingin (pasar) dibangun dengan baik, cuma harganya jangan sampai setinggi itu. Perbandingannya dengan pasar-pasar yang lain itu, harganya sangat jauh sekali,” katanya.
BACA JUGA: Pedagang Pasar Jungjang Kembali Demo
Agus berharap, para pihak dapat duduk bersama dan pihak pengembang menghentikan dulu sementara pembangunan.
“Jangan sampai dengan cara menggembok, mengunci, mengintimidasi. Sekarang sudah melampaui batas,” pungkasnya. (Vicky/Kirno)