Kali ini, aksi penolakan dengan ancaman buruh mogok nasional dilakukan oleh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cirebon di depan kantor Bupati Cirebon, Kamis (15/9/2022).
Massa pun melakukan aksi mendorong sepeda motor sebagai bentuk penolakan kenaikan harga BBM dari jalan raya menuju lokasi unjuk rasa.
Sekretaris FSPMI, Moch Mahbub dalam orasinya menyebutkan, kenaikan harga BBM yang telah diputuskan Pemerintah telah menyebabkan daya beli para buruh dan masyarakat menurun.
Pasalnya, menurut dia, kenaikan harga BBM tersebut secara otomatis membuat sejumlah harga kebutuhan pokok juga mengalami kenaikan.
Machbub mengungkapkan, aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM akan terus dilakukan sampai Pemerintah menurunkan harga BBM.
Untuk itu, Machmub menegaskan, jika sampai November pemerintah belum juga menurunkan harga BBM, FSPMI beserta seluruh konfederasi serikat pekerja di seluruh Indonesia akan melakukan mogok nasional.
“Seperti yang disampaikan presiden konfederasi kita, bahwa jika sampai November harga BBM tidak turun, maka kami bersama seluruh konfederasi akan mogok nasional. Kami juga juga meminta DPR untuk membentuk pansus kenaikan harga BBM,” tegas Machbub.
BACA JUGA: Stres Gara-Gara Harga BBM Naik? Seorang Pria Berusaha Bakar SPBU di Cirebon
Selain menolak kenaikan harga BBM, FSPMI juga masih konsisten menyuarakan penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law. Menurutnya, Undang-Undang Omnibuslaw yang disahkan oleh DPR dinilai sangat merugikan buruh.
Karena, kata Machmub, dengan Undang-Undang tersebut justru semakin mudah buruh di PHK, outsourcing dilegalkan, pesangon dikurangi dan upah buruh dipermurah.
“Kami tetap konsisten menolak Undang-Undang Omnibus Law. Kami tetap menyuarakan penolakan omnibus law sampai pemerintah mencabutnya,” kata Macbub.
Sedangkan tuntutan ketiga aksi tersebut, FSPMI meminta kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2023 sebesar 13 persen. Ia mengataka, pada tahun lalu, pemerintah menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 untuk menetapkan UMK, namuan pada tahun 2023 nanti buruh meminta Pemenintah tidak menggunakan peraturan tersebut dikarenkan Undang-Undang Omnibus Law dan turunannya dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Agung.
“Kita tahu dampak dani kenaikan BBM ini harga-harga mengalami kenaikan. Jika pemerintah tidak menaikan UMK tahun 2023 sebesar minimal 13 persen maka daya beli buruh sangat lemah dan ini tidak adil,” tandasnya. (Islah)