SUARA CIREBON – Mantan Kapolda Jabar Irjen Pol (Purn) Anton Charliyanmengungkapkan, sebenarnya dalam pengusutan kasus kematian Vina dan Eki di Cirebon gampang.
Tinggal bongkar percakapan atau jejak digital diantara orang-orang yang dituding sebagai pelaku dan kini terpidana melalui Handphone (HP), termasuk juga milik korban Vina dan Eki.
Anton Charliyan menjelaskan, penelusuran percakapan atau jejak digital akan terlihat alibi para tersangka. Para terpidana mengaku, alibinya tidak ada di tempat.
Di era teknologi serba canggih, mereka tidak bisa mengelak jika memang terlibat perencanaan pembunuhan. Teknologi akan mengungkap keberadaan mereka saat kejadian 27 Agustus 2016.
“Teknologi akan mengungkap keberadaan mereka saat kejadian,” tutur Anton Charliyan.
Kumpulkan semua nomor handphone (HP) saksi dan tersangka, lacak keberadaan saat kejadian jam 9 malam sampai jam 11 malam.
“Para pelaku ada dimana, itu BTST akan menunjukkan. Jadi tidak perlu pusing, untuk menentukan waktu dan alibi pelaku,” tutur Anton Charliyan.
Apa yang diungkapkan Anton Charliyan sangat logis. Karena, melalui teknologi, keberadaan pelaku akan terlacak melalui Base Transceiver Station (BTS).
Mereka dengan mudah dapat ditelusuri melalui nomor handphone atau IP Address. Kemudian juga melalui Global Positioning System atau GPS. Tentu, untuk melakukan itu semua, penyidik harus bekerjasama dengan operator seluler.
Anton Charliyan menuturkan, tidak heran banyak kesaksian berubah-ubah di kasus Vina Cirebon. Kendati begitu, ia tidak khawatir. Karena di era tekhnologi digital, seluruh jejak akan terlacak, termasuk keberadaan pelaku saat kejadian.
Anton Charliyan merupakan Kapolda Jabar yang menangani kasus Eki dan Vina Cirebon seminggu sebelum berkas perkara dilimpahkan ke kejaksaan.
Saat dirinya menjabat Kapolda Jabar di tahun 2016, kasus Vina sudah berjalan tapi belum P-21 (berkas perkara belum lengkap).
“Setelah saya menjabat Kapolda Jabar, seminggu kemudian berkas perkara P-21 dan dilimpahkan ke kejaksaaan. Karena, semua alat bukti sudah terpenuhi sehingga nyatakan lengkap,” tuturnya dalam obrolan bersama Kang Dedi Mulyadi yang disiarkan di channel youtube dikutip Kabar Cirebon, Minggu 16 Juni 2024.
Dedi Mulyadi lalu bertanya apakah seluruh aspek sains dipenuhi penyidikan waktu itu? Anton Charliyan menegaskan tidak.
Karena saat itu, pembuktian yang dikumpulkan penyidik dianggap sudah cukup, adanya kesesuaian. Karena berdasarkan KUHAP, dua alat bukti sudah cukup ditambah keyakinan hakim.
“Alat bukti dalam KUHAP itu minimal dua ditambah keyakinan hakim. Nah, dua alat bukti itu sudah terpenuhi. Apalagi, berkas perkara sudah dinyatakan P-21 oleh jaksa. Sehingga, penyidik langsung melimpahkannya,” kata Anto Charliyan.
Dalam obrolan itu, Dedi Mulyadi mengungkapkan kesaksian Suroto, aparat Desa Kecomberan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon yang berubah-ubah.
Suroto menyebut dirinya saksi pertama yang menemukan jenazah Eki dan Vina tergeletak di fly over Kepompongan, Talun.
Tak hanya Suroto, banyak saksi lain yang keterangannya pun goyah sehingga membuat kasus menjadi bias atau mengaburkan sehingga kasus semakin tidak jelas.
Merespon pertanyaan Dedi Mulyadi, purnawiran Polri dengan pangkat dua bintang di pundaknya itu menuturkan, kesaksian hidup rawan berubah. Karenanya, ia menekankan kepada penyidik untuk mempertajam bukti mati atau physical evidence.
“Terkait kesasian Pak Suroto berubah-ubah, saya sudah sampaikan ke penyidik, kesaksian hidup itu sangat rawan, siapa pun orangnya. Dan terbukti banyak saksi yang berubah-ubah keterangannya. Karena itu, saya meminta ke penyidik untuk mempertajam bukti mati atau physical evidence,” ungkap Anton Charliyan.
Dalam kasus Vina Cirebon, Anton Charliyan sudah mewanti-wanti penyidik agar digelar dengan transparan. Lalu, dilakukan gelar perkara khusus agar kronologis kasus Vina Cirebon menjadi terang. Didukung pula oleh sains dan alat bukti.
Disinggung juga soal alat-alat penganiayaan yang diamankan penyidik. Semua akan terungkap melalui forensik DNA untuk memeriksa darah yang menempel pada barang bukti.
“Lalu, darah itu bisa diperiksa oleh forensik DNA. Itu bisa jelas. Apakah betul itu darah korban. Jika itu darah korban, berarti benar terjadi penusukkan,” terangnya.
Dedi Mulyadi lantas kembali menyinggung perkembangan kasus dimana banyak saksi yang mencabut BAP dan kesaksiannya berubah, lalu seluruh sains belum dipenuhi penyidik, sehingga hakim memutus perkara berdasarkan keyakinan.
“Andai kata, mereka ternyata bukan pelaku. Karena divonis hanya berdasar keyakinan hakim apakah eksaminasi (menguji kembali berkas perkara karena banyaknya kejanggalan) bisa dilakukan?” tanya Mantan Bupati Purwakarta itu.
Anto Charlian pun menegaskan saat ini pun eksaminasi bisa dilakukan pengacara para terpidana.
“Sekarang juga bisa dilakukan. Eksaminasi itu ada dua, internal dan publik karena ditemukan kejanggalan. Bisa diajukan ke kejaksaan dan pengadilan dengan bukti yang didapatkan,” tambahnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.