SUARA CIREBON – Lanjutan Sidang PK (Peninjauan Kembali) enam terpidana kasus Vina Cirebon makin menguatkan dugaan kecelakaan tunggal sebagai penyebab kematian sejoli Eki dan Vina.
Penyebab pembunuhan sebagai kematian Eki dan Vina seperti putusan sidang tahun 2016, dinilai makin kabur dan makin tidak releval karena tidak menemukan pembuktian secara scientific atau ilmiah.
Makin lemahnya sebab pembunuhan dan menguatnya sebab kecelakaan akibat kematian Eki dan Vina terungkap pula dalam sidang PK berisi keterangan saksi Ahli Forensik, dr Yoni Fuadah Syukriani.
Saksi ahli didatangkan tim pengacara enam terpidana kasus Vina Cirebon. Kali ini dr Yoni, dosen atau pengajar pada Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung pada sidang yang digelar Senin, 23 September 2024.
Tim pengacara enam terpidana kasus Vina Cirebon menanyakan soal hubungan luka-luka yang dialami korban Eki dan Vina dengan penyebabnya ditinjau dari sisi forensik.
Secara umum, dr Yoni memberikan jawaban telak yang makin mementahkan pembunuhan sebagai penyebab kematian Eki dan Vina.
Misalnya luka pada bagian kepala Eki yang berdasar keterangan sampai pada tulang rahang tembus ke dasar tulang tengkorak.
Menurut Yoni, luka dengan tingkat keparahan seperti itu, lebih memungkinkan akibat benturan keras dengan benda-benda semacam besi, baja maupun beton.
“Luka ini lebih disebabkan benturan sangat keras. Kalaupun pemukulan, maka tenaganya harus sangat besar. Alat pemukulnya juga harus sangat padat dan kuat seperti besar, beton atau baja,” tutur Yoni.
Dalam kesempatan itu, Yoni ditunjukan foto bukti dalam sidang tahun 2016 yang hanya menunjukan potongan bambu sepanang tidak sampai setengah meter.
“Kalaupun bambu, bambu itu mesti padat. Misalnya di dalam bambu (bukan rongga) tapi diisi benda padat seperti cor beton,” tutur Yoni.
Sementara dalam foto yang ditunjukan tim pengacara, berupa selongsong bambu yang masih berongga, tidak ada padatan.
“Kalau bambu kosong, sangat kecil kemungkinan menyebabkan luka separah itu seperti disebutkan dalam hasil forensik,” tutur Yoni.
Hal sama juga dijelaskan untuk luka tulang paha Vina yang patah. Yoni menjelaskan, tulang paha merupakan tulang terkuat dan terkeras, terlindungi oleh lapisan kulit sangat tebal adri tubuh manusia.
“Jika lukanya sampai mematahkan tulang paha, kalau penyebabnya karena pukulan, ini harus pukulan yang sangat kuat,” tutur Yoni.
Pengacara menyebutkan, apakah mungkin luka itu karena dihantam batu besar di bagian paha sehingga tulang bisa retak.
“Kalaupun batu, hatus lihat jenis batunya. Kalau batunya sangat padat, itupun harus dilihat berapa ukuran batunya. Tulang paha ini sangat keras. Kalau batu ukuran kecil dan tidak padat, tidak cukup kuat sampai mematahkan tulang paha,” tutur Yoni.
Yoni juga menjelaskan posisi korban. Luka sebagaimana hasil forensik di tulang paha Vina, jika karena pukulan posisi korban harus tertidur, tidak bisa dalam keadaan berdiri.
“Itupun harus menimbulkan luka dan kotor bekas pukulan batu. Tergantung permukaan, kalau halus akan muncul memar, namun kalau permukaan kasar bisa ada goresan,” tutur Yoni.
Yoni meragukan luka pada tulang paha Vina yang retak akibat pukulan dengan batu. Sebab, batunya harus besar, kuat dan berat, lalu memukulnya juga harus dengan ayunan kuat.
Ketika hendak memasuki sesi keberadaan sperma di kemaluan Vina, hakim meminta sidang dilakukan secara tertutup. Karena itu, pendapat saksi ahli soal sperma tidak jadi dilaksanakan karena sidang akan dinyatakan tertutup karena menyangkut asusila.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.