Namun, tahapan yang dilakukan masih dalam bentuk pertemuan sejumlah stakeholder (pemangku kepentingan) baik di Desa Astana sendiri maupun di kantor Bappelitbangda Kabupaten Cirebon.
Sedangkan untuk realisasinya, menunggu kesiapan semua stakeholder dalam menuntaskan penataan kawasan wisata religi tersebut.
Sekretaris Bappelitbangda Kabupaten Cirebon, Agung Gumilang mengatakan, pihaknya masih menunggu kesiapan stakeholder terkait untuk menjadikan wisata religi Makam Sunan Gunung Jati terkelola dengan baik.
“Kalau berbicara penataan jalan, trotoar memang perlu, namun yang paling utama adalah soal pengemis yang akan menjadi prioritas kita,” kata Agung, Senin, 9 Oktober 2023.
Ia mengungkapkan, di lokasi wisata religi yang sama di daerah lain tidak terjadi pemandangan pengemis berkeliaran. Namun di Kabupaten Cirebon, keberadaannya dipandang perlu adanya penataan yang lebih baik.
Menurut Agung, pihaknya juga akan melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat, sehingga pariwisata terlihat lebih sehat dan manusiawi.
“Arahnya ke sana. Namun bertahap, menunggu kesiapan stakeholder semua,” kata Agung.
Ia menjelaskan, target realisasi penataan kawasan tersebut semakin cepat akan lebih baik. Ia menargetkan akhir tahun ini sudah terlihat lebih baik. Namun, saat ini pihaknya masih menunggu waktu dan kesiapan sejumlah stakeholder.
“Akhir tahun ingin sudah kelihatan, agar wisatawan domestik maupun wisatawan luar itu kalau berkunjung ke wisata religi Gunung Jati tidak direpotin seperti ditarik-tarik tangannya oleh pengemis, kemudian kotak amal juga bisa dikelola dengan profesional,” terang Agung.
Ia menambahkan, filosofi Kanjeng Sunan “ingsun titip tajug lan fakir miskin” harus dimaknai dengan proporsional. Kemiskinan itu ada, namun pihaknya akan terus berupaya menekannya.
“Bukan berarti adanya kemiskinan kita harus mengemis. Fakir miskin dipelihara oleh negara itu artinya diberdayakan, dinaik kelaskan,” paparnya.
Sebelumnya, salah satu pengunjung rutin Makan Sunan Gunungjati, Sukirno (45) mendukung langkah Pemkab Cirebon dalam melakukan penataan kawasan wisata religi tersebut.
Namun, ia meminta agar penertibannya dari mulai parkir liar, pengamen, pengemis, pedagang kaki lima, harus benar-benar dilakukan.
“Penertibannya jangan sebatas seremonial saja. Parkir liar, pengamen, pengemis, pedagang harus benar-benar ditertibkan,” ujar Sukirno.
Warga Desa Suranenggala itu mengaku merasa terganggu dengan adanya pata pedagang yang berada di pinggir Jalan Pantura.
Di jalan tersebut, banyak pedagang dan gubuk liar berdiri di atas trotoar. Sehingga, para pejalan kaki terpaksa harus lewat di Jalan Pantura.
“Di trotoar itu banyak gubuk liar, tidak enak dipandang, ada sampah juga. Trotoar kan untuk pejalan kaki, bukan tempat jualan. Kalau ditata rapih, pejalan kaki akan betah dan nyaman melewatinya,” tegasnya.
Sebagai putra Kabupaten Cirebon, ia juga merasa malu dengan kondisi fasilitas umum di Wisata Religi Makam Sunan Gunung Jati.
“Coba contoh daerah lain seperti Jogja dan lainnya, lebih rapih. Kalau lihat itu saya sebagai warga Cirebon malu,” tandasnya.***
Dapatkan update berita setiap hari dari suaracirebon.com dengan bergabung di Grup Telegram “Suara Cirebon Update”. Caranya klik link https://t.me/suaracirebon, kemudian join. Sebelumnya, Anda harus install dan daftar di aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.