Meskipun berkali-kali menyatakan dirinya netral, namun pernyataan Presiden Jokowi perlu dibuktikan di lapangan alias jangan omong doang atau omdo terkait netralitasnya terhadap Pilpres 2024.
Publik meragukan karena dalam Pilpres 2024, salah satu kontestan atau pesertanya adalah anaknya sendiri, Gibran Rakabiming Raka yang menjadi calon wakil preisden (cawapres) berpasangan dengan calon presiden (capers) Prabowo Subianto.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga salah satu yang meragukan netralitas Presiden Jokowi.
Jamiluddin Ritonga menilai pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengimbau agar tidak ada pihak yang mengintervensi pemilu tidak cukup. Pernyataan itu sebatas imbauan, tidak memiliki kekuatan mengikat.
“Permintaan presiden hanya imbauan. Ini tidak cukup. Namanya imbauan, tidak memiliki kekuatan mengikat atau memaksa semua penyelenggara dan pihak-pihak terkait tidak mengintervensi pemilu,” tuturnya di Jakarta, Kamis 9 November 2023.
Presiden harus tegas dan konkret dengan menerbitkan payung hukum yang menjadi pegangan dan pedoman bagi seluruh alat negara untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024.
“Presiden harus tegas mengeluarkan instruksi ke semua pihak yang berpotensi mengintervensi pemilu. Instruksi itu seyogyanya diikuti sanksi berat bagi pihak-pihak yang mengabaikan instruksi presiden,” lanjutnya.
Jamiluddin menyebut beberapa lembaga khusus berkenaan isu netralitas pemerintah, seperti BIN, TNI, Polri, kementerian, lembaga kepresidenan, dan pemerintah daerah.
Lembaga tersebut perlu mendapat perhatian khusus untuk memperoleh instruksi dari presiden agar tetap netral karena berpotensi untuk mengintervensi pemilu, khususnya KPU dan Bawaslu.
“Kalau semua lembaga tersebut mendapat instruksi dari presiden, setidaknya mereka akan berpikir panjang untuk mengintervensi pemilu. Apalagi kalau sanksinya tegas kepada yang melakukan pelanggaran,” sambungnya.
KPU dan Bawaslu juga harus menjaga netralitas. Sebab, bukan rahasia lagi KPU dan Bawaslu masih ada yang bermain mata dengan peserta pemilu.
Presiden harus memastikan KPU dan Bawaslu tetap taat asas melaksanakan tugas dan fungsinya. Sehingga KPU dan Bawaslu di semua tingkatan tidak ada lagi yang tergoda dengan ajakan peserta pemilu untuk tidak netral.
“Presiden tidak cukup menghimbau kepada pihak-pihak terkait untuk tidak mengintervensi pemilu. Presiden harus mengeluarkan instruksi dan sanksi tegas kepada semua lembaga terkait yang potensial mengintervensi pemilu. Dengan begitu, intervensi terhadap pemilu dapat diminimalkan,” pungkas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu.
Jokowi jangan lips service
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga Surabaya Dr. Mohammad Syaiful Aris mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk membuktikan kata-katanya sendiri, bersikap netral pada Pilpres 2024.
“Netral harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku termasuk tidak menggunakan kewenangan atau fasilitas pada pejabat untuk menguntungkan calon tertentu,” kata Syaiful saat dihubungi hari ini.
Sebagai seorang presiden, kepala negara, Jokowi tidak bisa bersikap seenaknya. Karena menganut sistem presidensial pada diri presiden Indonesia melekat dua jabatan, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Jadi netralitas yang selama ini digaung-gaungkan, jangan sampai sekedar ‘lip service’.
“Sebagai kepala pemerintahan yang menjalankan fungsi eksekutif pemerintah sehari-hari. Sebagai kepala negara perlu menjalankan fungsi simbol negara termasuk bersifat netral di dalamnya,” jelas Syaiful.
Jelang Pemilu, terlebih dalam laga Pilpres 2024, Syaiful mengingatkan kembali prinsip LUBER Pemilu.
”Asas penyelenggaraan pemilu telah diatur dalam pasal 22E UUD NRI yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil serta periodik serta penyelenggaraan harus dilakukan oleh suatu sistem yang independen dan mandiri,” tegas Syaiful.
Sebelumnya dalam Rapat Koordinasi Nasional Penyelenggara Pemilu bertajuk ‘Mewujudkan Pemilu Berintegritas’ yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Presiden mengingatkan semua pihak tidak mengintervensi jalannya Pemilu 2024.
“Jangan ada yang mencoba-coba mengintervensi, karena jelas sangat sangat sulit,” kata Presiden Jokowi.***