SUARA CIREBON – Pengusulan KH Abbas Abdul Jamil Buntet Pesantren sebagai Pahlawan Nasional dinilai sudah memenuhi syarat. Pasalnya, sumber primer yang dibutuhkan sudah lebih dari cukup, bahkan disebut paling lengkap.
Hal itu disampaikan Ketua Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), Prof. Usep Abdul Matin usai istghosah dan seminar dalam rangka pengusulan Kiai Abbas Abdul Jamil sebagai Pahlawan Nasional di Pendopo Kabupaten Cirebon, akhir peken kemarin.
“Sumber primer Kiai Abbas Buntet Pesantren selama saya menjabat sebagai anggota, wakil ketua, dan sekarang sebagai ketua TP2GP adalah yang terbanyak,” kata Prof Usep.
“Profilnya itu berbasis wadah 67 sumber primer,” lanjut Guru Besar Sejarah Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Usep menyampaikan, bahwa mencari sampai menemukan sumber-sumber primer itu memang memerlukan upaya dan energi yang serius. Di tahun lalu, pengusulan Kiai Abbas Buntet Pesantren sebagai pahlawan nasional ini kurang sumber primer, hanya ada lima. Namun per hari ini, justru malah melebihi bahkan terbanyak dari pengusulan lainnya.
Dalam kesempatan itu, ia menjelaskan bahwa pengusulan pahlawan nasional memerlukan uji petik, yakni setiap statemen, pernyataan, dan fakta harus didukung sumber primer yang terbit pada peristiwa terjadi. Sementara sumber primer untuk Kiai Abbas sudah sangat mencukupi bahkan lebih.
Dalam teori sejarah, ia menegaskan bahwa tidak ada dokumen, tidak usah menulis sejarah. Kekayaan sumber primer dalam pengusungan Kiai Abbas sebagai pahlawan nasional menjadi modal dan kekuatan penting sebagai pertimbangan dalam penetapannya. Menurutnya, persentase penetapan KH Abbas Abdul Jamil Buntet Pesantren sebagai Pahlawan Nasional sudah hampir 100 persen.
Meskipun demikian, ia menegaskan upaya mengusulan gelar pahlawan nasional perlu terus didukung masyarakat, di antaranya melalui istighosah agar harapan itu dapat terwujud di tahun ini.
Sementara itu, Prof. KH Asep Saifuddin Chalim dalam mauidhoh hasanah menyampaikan bahwa meskipun sudah sangat lengkap secara dokumen, namun, upaya pengusulan gelar Pahlawan Nasional untuk Kiai Abbas harus didukung dengan sepenuh tawakkal.
“Bertawakkal adalah yang berupaya keras. Kita ditunjukkan oleh Allah, dibimbing oleh Allah bukunya terselesaikan. Tawakkal itu upaya kita keras dan doa maksimal,” kata Prof Asep.
Kiai Asep sebagai seorang yang lahir di Cirebon, tepatnya di Setu, Plered dan tumbuh di Majalengka, bahkan ayahnya berkawan akrab dengan Kiai Abbas, merasa bertanggung jawab untuk memberikan penghormatan kepadanya dengan mengusulkan gelar pahlawan nasional.
“Kiai Abbas Cirebon dikenal sebagai tokoh besar dan harus ada pahlawan yang benar-benar menjadi kebangaan orang Cirebon,” ujar guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya itu.
Menurutnya, gelar pahlawan nasional bagi Kiai Abbas bukan hanya kebanggaan keluarga dan masyarakat Cirebon, tetapi juga masyarakat Jawa Barat dan Indonesia secara umum.
Diketahui, nama dan perjuangan Kiai Abbas sudah disebut dalam berbagai media lokal dan nasional, seperti Berita Nahdlatoel Oelama, Swara Nahdlatoel Oelama, Sipatahoenan, Kedaulatan Rakjat, pada masa 1920-an hingga 1940-an. Peristiwa yang diikuti Kiai Abbas juga diberitakan di The New York Times. Namanya juga termaktub dalam catatan KH Abdul Chalim Leuwimunding dan sejumlah dokumen Belanda.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.