SUARA CIREBON – Banjir yang kembali merendam sejumlah desa di beberapa kecamatan wilayah timur Kabupaten Cirebon, sejak Sabtu, 17 Mei 2025 kemarin, salah satu penyebabnya terjadi akibat adanya pendangkalan sungai, salah satunya Sungai Singaraja.
Dampak adanya pendangkalan Sungai Singaraja yang telah berlangsung belasan tahun adalah banjir di beberapa desa yang berada di sepanjang aliran sungai tersebut, yakni Desa Japurabakti, Japura Kidul, Japura Lor, Astanamukti dan Desa Pengarengan, setiap terjadi hujan dengan intensitas tinggi di daerah hulu.
Masyarakat di wilayah terdampak banjir tersebut, telah berkali-kali meminta pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung (Cimancis) untuk melakukan normalisasi Sungai Singaraja tersebut.
Pasalnya, selain banjir kiriman dari daerah hulu, pendangkaln Sungai Singaraja juga menyebabkan terjadinya banjir rob di daerah pesisir. Yang paling parah, banyak nelayan yang mengalami kesulitan beraktivitas saat hendak melaut karena perahu tersangkut di dasar sungai yang dangkal.
Seorang nelayan dari Desa Astanamukti, Saum, mengatakan kesulitan mencari ikan karena kondisi sungai yang dangkal dan penuh sampah.
“Perahu nelayan sering kena sampah, sehingga kami kesulitan berlayar,” kata Saum, Senin, 19 Mei 2025.
Senada, Kuwu Pengarengan, Carsadi, mangatakan kondisi Sungai Singaraja sangat memprihatinkan.
“Sungai Singaraja tingkat kedangkalannya parah, salah satu faktornya adalah banyak kiriman sampah dari hulu yang akhirnya sampai hilir,” kata Carsadi.
Pihaknya berharap agar BBWS segera melakukan normalisasi Sungai Singaraja, terutama dari hulu ke hilir yang berada di Desa Pengarengan, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon.
Menurutnya, normalisasi harus dilakukan dari hulu yang berada di wilayah Japura, dari Jembatan Tol Pejagan-Kanci.
Carsadi menyebut, normalisasi terakhir dilakukan pada tahun 2003, sehingga warga berharap agar BBWS dapat segera melakukan normalisasi untuk memulihkan kondisi Sungai Singaraja.
“Sudah belasan tahun Sungai Singaraja ini tidak dikeruk. Makin hari makin dangkal, apalagi kiriman sampah dan lumpur dari daerah hulu terjadi terus menerus setiap hari sepanjang tahun,” ujarnya.
Selain itu, adanya pendangkalan Sungai Singaraja juga berdampak lumpuhnya wisata mangrove Pengarengan yang awalnya menjadi wisata andalan desanya.
“Adanya pendangkalan menyebabkan terhambatnya berbagai aktivitas masyarakat yang sebagian besar merupakan nelayan,” pungkasnya.
Sebelumnya, tokoh masyarakat Cirebon Timur, Raden Hamzaiya meminta Bupati Cirebon Imron dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi segera melakukan penanganan masalah banjir yang terus berulang dari tahun ke tahun di wilayah timur Kabupaten Cirebon.
“Kami masyarakat di wilayah Cirebon Timur merasa seperti warga kelas dua karena minimnya perhatian dari pemerintah provinsi dan Kabupaten Cirebon,” kata Hamzaiya, Minggu, 18 Mei 2025.
Menurut Hamzaiya, selama bertahun-tahun, wilayah Waled dan Pasaleman selalu menjadi korban banjir tanpa adanya solusi struktural yang tuntas dari pihak berwenang.
“Banjir ini bukan bencana baru. Setiap tahun kami menghadapi hal yang sama. Rumah-rumah warga terendam, sekolah diliburkan, sawah gagal panen, dan fasilitas ibadah serta umum mengalami kerusakan,” ujar Hamzaiya kecewa.
Hamzaiya mengatakan, selama ini, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten seolah-olah tutup mata dan tidak ada langkah serius dari Gubernur maupun Bupati untuk mengakhiri penderitaan ini.
“Ini soal kebijakan dan keberpihakan. Kalau pemerintah benar-benar peduli, semestinya sudah ada perencanaan matang untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Bukan sekadar datang saat banjir, bawa bantuan mi instan dan berfoto di lokasi bencana. Kami ingin solusi, bukan sandiwara,” tegasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.